Export/ImportNasionalTPT

Utak-Atik Aturan Impor, Kini Tekstil-Elektronik Bebas Lagi Masuk RI

BULETIN TEKSTIL.COM/ Jakarta – Pemerintah kembali merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Revisi itu merupakan yang kedua kalinya setelah sebelumnya menjadi Permendag 7 2024 yang berlaku pada 6 Mei 2024.

Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan pada Jumat sore (17/5), telah diterbitkan Permendag 8 Tahun 2024 mengatur tentang sejumlah barang impor yang diberikan relaksasi. Antara lain barang elektronik, alas kaki, pakaian jadi, aksesoris, suplemen kesehatan, obat tradisional, hingga katuk.
“Komoditas yang di Permendag 36 yang diperketat dikembalikan ke Permendag 25 menjadi tanpa Pertek, komoditasnya elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris. Dengan ditetapkan Permendag 8 diharapkan dapat menyelesaikan kedua permasalahan perizinan impor atau penumpukan kontainer di pelabuhan utama kita,” kata Airlangga dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga, melakukan kunjungan ke Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Jakarta Utara pada Sabtu (18/05/2024) pagi.

Foto: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan, Sri Mulyani dan Wakil Menteri Perdagangan, Jerry Sambuaga dalam konferensi pers Sosialisasi Permendag 8/2024 dan Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok

Kunjungan tersebut dalam rangka memantau langsung implementasi perubahan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Dalam revisi terbaru ini, pemerintah mengeluarkan barang-barang non komersial atau yang tak diperdagangkan serta barang pribadi dari pengaturan impor tersebut.

Tak hanya itu, Permendag terbaru ini juga membebaskan impor barang tekstil dan elektronik, tak lagi mewajibkan ketentuan Peraturan Teknis (Pertek).

Sebelumnya, pemberlakuan Permendag No 36/2023 jo 7/2024 per 10 Maret 2024 yang menambah persyaratan perizinan impor disebut telah mengakibatkan penumpukan kontainer di beberapa pelabuhan utama.

Tercatat 17.304 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer tertahan di Pelabuhan Tanjung Perak yang memuat beragam komoditas. Mulai dari besi baja, tekstil, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, serta komoditi lainnya.

“Nah, Permendag 8 Tahun 2024 yang sudah diberlakukan mulai tadi malam, tentu harus terus dimonitor. kami tadi Pak Menko dengan saya, dengan Wamen (Wakil Menteri) di sini, akan memonitor keluarnya kontainer-kontainer sehingga 17 ribu lebih di Tanjung Priok dan 9100 lebih yang ada di Tanjung Perak bisa kita monitor penyelesaiannya kapan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers.

“Tentu laporan surveyor juga harus disegerakan, sehingga dia tidak menjadi bottleneck baru sehingga di sisi alur barang itu sangat tertahan dengan adanya penumpukan tersebut,” imbuhnya.

Untuk Permendag yang baru, akan dibutuhkan Peraturan Menteri Keuangan (KMK), yang tadi malam juga sudah ditandatangani dan keluar. Sehingga sudah lengkap untuk bisa menjalankan Permendag 8 Tahun 2024 dan untuk aturan pelaksanaannya.

“Karena ini juga tetap ada keseimbangan antara menjaga industri dalam negeri, namun juga pada saat yang sama memperlancar seluruh proses untuk arus barangnya,” ujar Menkeu.

Dan, tambahnya, untuk kelompok barang yang sifatnya komersial yaitu barang-barang yang bukan untuk didagangkan dan personal use akan dikeluarkan dari Peraturan Mendag ini. Jadi, Permendag hanya untuk barang-barang yang untuk diperdagangkan.

“Tadi sudah saya sampaikan KMK sudah kita keluarkan sehingga teman-teman Bea Cukai bisa mulai menjalankan mulai tadi malam,” tuturnya.

Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, berikut Permendag No. 8 Tahun 2024 yang berisikan relaksasi perijinan impor:

a. Terdapat 7 komoditas yang diubah perizinan larangan terbatas (lartas)-nya yaitu Elektronik, Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan, Kosmetik dan PKRT, Alas Kaki, Pakaian Jadi dan Aksesoris Pakaian Jadi, Tas dan Katup. Khusus komoditi elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris, persyaratan pertimbangan teknis dalam penerbitan PI (Persetujuan Impor) ditiadakan/dihapus.

b. Terhadap importasi dengan manifest tanggal 10 Maret – 17 Mei 2024 dapat dilakukan penyelesaian impor dengan menggunakan LS (Laporan Surveyor) khusus komoditas Besi Baja dan Tekstil Produk Tekstil dan menggunakan dokumen perizinan yang tercantum dalam Permendag No 8/2024 untuk komoditi lainnya.

“Koordinasi lintas kementerian dan lembaga sangat penting sebagai wujud komitmen bersama untuk senantiasa melayani masyarakat luas serta menjaga perekonomian Indonesia.” tulis Menkeu, dikutip dari keterangan unggahannya di Instagram.

BACA DATA :

pmkeuangan008tahun2024

PERMENDAG NOMOR 36 TAHUN 2023 LAMPIRAN

Ini Perbedaan antara Permendag yang lama dan yang baru

Persetujuan impor komoditas awalnya diusulkan oleh Kementerian Perindustrian lalu dicantumkan dalam Permendag Nomor 36 Tahun 2023.

Namun kini, syarat itu dicabut dengan berlakunya Permendag Nomor 8 Tahun 2024.

Artinya, impor komoditas elektronik, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, peralatan rumah tangga, alas kaki, pakaian jadi, aksesoris serta tas dan katup tidak lagi memerlukan pertimbangan teknis (pertek).

Sedangkan, komoditas besi baja, tekstil, dan produk tekstil masih perlu disertai laporan survei dalam negeri.

Namun, menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso, ada jenis-jenis komoditas dengan kode penyelarasan tertentu yang masih memerlukan pertek, khususnya komoditas yang termasuk dalam perdagangan global.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, mengatakan di tengah permasalahan perizinan impor akibat Permendag Nomor 36 tahun 2023, Bea Cukai “terkena getahnya” karena mewakili 18 kementerian dan lembaga di perbatasan.

Lebih lanjut, ia mengatakan pemerintah Indonesia seringkali membuat kebijakan yang “mentok” saat berjalan di lapangan. Terbukti, katanya, dengan betapa sulit mendapatkan izin impor.

“Kita pandai membuat aturan tapi tidak dapat dijalankan karena sengaja dibuat susah-susah,” ujarnya.

Sementara, pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo, mengatakan Permendag yang lama dibuat tanpa koordinasi yang baik antara lembaga dan kementerian tekait.

Sehingga, sekarang untuk menyelesaikan permasalahan itu Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian perlu turut andil.

“Jadi dampak kebijakan tidak dihitung dengan benar, koordinasinya tidak bagus. Itu memperlihatkan bahwa birokrasi kita masih punya mentalitas egoisme sektoral tinggi,” kata Roy kepada BBC News Indonesia.

Sehingga menurut Roy, kebijakan Permendag 36/2023 yang dibuat dengan “asal-asalan” kemudian menimbulkan masalah ketimbang menjadi solusi permasalahan.

Ia mengatakan kebijakan di Indonesia masih banyak yang dibuat dengan minim harmonisasi dan sinkronisasi. Akibatnya, banyak peraturan yang menjadi tumpang-tindih dan bahkan tabrakan satu sama lain karena kementerian lebih cenderung bekerja sendiri.

“Di tingkat Presiden saja ada banyak kebijakan yang tabrakan. Di tingkat menteri, tingkat kepala daerah itu tabrakan satu sama lain. Belum lagi tingkat undang-undang,” ujarnya.

Sementara, pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Roy Valiant Salomo, mengatakan Permendag yang lama dibuat tanpa koordinasi yang baik antara lembaga dan kementerian tekait.

Sehingga, sekarang untuk menyelesaikan permasalahan itu Kemenkeu dan Kemenko Perekonomian perlu turut andil.

“Jadi dampak kebijakan tidak dihitung dengan benar, koordinasinya tidak bagus. Itu memperlihatkan bahwa birokrasi kita masih punya mentalitas egoisme sektoral tinggi,” kata Roy kepada BBC News Indonesia.

Sehingga menurut Roy, kebijakan Permendag 36/2023 yang dibuat dengan “asal-asalan” kemudian menimbulkan masalah ketimbang menjadi solusi permasalahan.

Ia mengatakan kebijakan di Indonesia masih banyak yang dibuat dengan minim harmonisasi dan sinkronisasi. Akibatnya, banyak peraturan yang menjadi tumpang-tindih dan bahkan tabrakan satu sama lain karena kementerian lebih cenderung bekerja sendiri.

“Di tingkat Presiden saja ada banyak kebijakan yang tabrakan. Di tingkat menteri, tingkat kepala daerah itu tabrakan satu sama lain. Belum lagi tingkat undang-undang,” ujarnya

Redaksi Bulteks

Views: 21

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *