InternasionalTPT

WARTA DUNIA Edisi 31

BULETIN TEKSTIL.COM/Jakarta

BANGLADESH

 Asosiasi Produsen dan Eksportir Gament Bangladesh (BGMEA) menandatangani nota kesepakatan (MOU) dengan H&M Group untuk kemitraan menuju sektor garmen sirkular dan netral di Bangladesh.

Dengan fokus bahasan tentang upaya mengubah industri garmen yang sirkular dan promosi pengembangan pasar energi terbarukan bagi sektor garment,  CEO H&M Group bertemu dengan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina yang didampingi Menteri Negara Kementerian Luar Negeri Bangladesh.

Dibahas juga dalam pertemuan tersebut upaya reformasi guna meningkatkan posisi kompetitif Bangladesh sebagai sumber produksi garmen,  hal-hal terkait dengan peraturan perundang-undangan berbagai negara tujuan ekspor garmen Bangladesh dengan Menteri Negara Shahriar Alam.

Sejak kemitraan H&M Group dengan produsen garment Bangladesh pada tahun 1982, Bangladesh telah menjadi sumber produk garment utama H&M. Tim lokal H&M Group yang berjumlah 500 orang dan mengambil lokasi kantor di Dhaka,  H&M akan tetap mempertahankan dialog keberlanjutan dengan stake holder Garment Bangladesh.

Guna membangun kemitraan yang lebih baik diadakan juga pertemuan antara CEO H&M Group Helmersson dengan Presiden BGMEA Faruque Hassan untuk membahas kerja sama dalam mendorong sektor garmen yang sirkular dan peduli akan kelestarian lingkungan hidup, dalam pertemuan ini ditandatangai MOU antara H&M Group dengan BGMEA untuk melakukan langkah-langkah dalam memperkuat kemitraan mereka.

Kerja sama yang menggabungkan  kekuatan masing-masing diharapkan dapat menempatkan topik sirkularitas dan dekarbonisasi dalam kegiatan produksi grment Bangladesh. H&M menganggap bahwa kemitraan yang kuat ditambah dengan kebijakan industri yang jelas dari pemerintah merupakan kunci keberhasilan ini.

AMERIKA SERIKAT

Pertemuan tingkat Menteri negara-negara Indo Pacific Economic Forum (IPEF) dilakukan di Detroit, Michigan pada tanggal 27 Mei 2023 yang lalu, guna membahas perkuatan rantai pasok Internasional. Hadir dalam pertemuan tersebut Menteri-menteri dari 14 negara mitra yang terdiri atas: Australia, Brunei, Fiji, India, Indonesia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Selandia Baru, Filippina, Singapura, Thailand, Amerika Serikat dan Vietnam. Pokok pembicaraan dalam pertemuan tersebut mencakup segala aspek rantai pasok, antara lain: ketahanan rantai pasok, efisiensi, produktifitas, keberlanjutan, transparansi, diversifikasi, keamanan dan inklusifitas rantai pasok.

Dalam perjanjian rantai pasok ini diharapkan negara-negara mitra untuk berusaha melakukan:

  1. menyediakan kerangka kerja untuk membangun pemahaman kolektif mereka tentang risiko rantai pasokan yang signifikan, didukung oleh identifikasi dan pemantauan masing-masing mitra atas sektor-sektor penting dan barang-barang utamanya sendiri;
  2. meningkatkan koordinasi dan respons krisis terhadap gangguan rantai pasokan dan bekerja sama untuk mendukung pengiriman barang yang terkena dampak secara tepat waktu selama krisis;
  3. memastikan bahwa pekerja dan bisnis, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah, dalam ekonomi mitra IPEF, jika memungkinkan, mendapat manfaat secara kolektif;
  4. mempersiapkan bisnis dengan lebih baik di ekonomi mitra IPEF untuk mengidentifikasi, mengelola, dan menyelesaikan hambatan rantai pasokan, termasuk dengan memperkuat logistik dan infrastruktur rantai pasokan;
  5. memfasilitasi kerja sama, memobilisasi investasi, dan mendorong transparansi peraturan di sektor-sektor dan barang-barang penting bagi keamanan nasional, kesehatan dan keselamatan publik, atau pencegahan gangguan ekonomi yang signifikan atau meluas;
  6. menghormati, mempromosikan, dan mewujudkan, dengan itikad baik, hak-hak tenaga kerja dalam rantai pasokan mitra IPEF, sebagai pengakuan atas peran penting pekerja dalam mencapai ketahanan rantai pasokan yang lebih besar;
  7. memastikan ketersediaan pekerja terampil dalam jumlah yang cukup di sektor-sektor penting dan barang-barang utama, termasuk dengan meningkatkan dan melatih kembali pekerja, mempromosikan inklusivitas dan akses yang setara, dan meningkatkan keterbandingan kerangka kredensial keterampilan;
  8. mengidentifikasi peluang untuk bantuan teknis dan peningkatan kapasitas dalam memperkuat rantai pasokan mitra IPEF; dan
  9. menghormati prinsip pasar, meminimalkan distorsi pasar, termasuk pembatasan dan hambatan yang tidak perlu untuk berdagang, dan melindungi informasi rahasia bisnis.

Diusulkan untuk membentuk tiga Badan Rantai Pasok guna memfasilitasi kerja sama tersebut, negara-negara mitra menegaskan komitmen mereka disemua pilar, termasuk: ekonomi bersih, ekonomi adil, rantai pasok dan perdagangan, kecuali India yang tidak masuk dalam pilar perdagangan ini.

ITALI

 Para pakar industri tekstil Eropa sepakat bahwa investasi dalam digitalisasi dan teknologi oleh semua stake holder merupakan hal penting untuk merubah kearah perbaikan industri ini dimasa depan. Dalam rangka ini Euratex  menyelenggarakan pertemuan di Milan pada bulan Juni yang lalu untuk membahas hubungan antara inovasi, keberlanjutan dan para pelaku industri tekstil dimasa depan.

Dengan Sistema Moda Italia (SMI) sebagai tuan rumah, mereka membahas isu penting tentang pengembangan bisnis baru industri tekstil yang kompetitif untuk masa depan dengan mengikuti konsep industri 5.0. Pada tahun 2021, Industri 5.0 ini diluncurkan oleh Komisi Eropa dengan inti kesejahteraan pekerja dan penggunaan teknologi baru yang akan mendorong majunya industri tekstil.

Pembicara utama Francesco Pinto (chairman Yamamay) dan Claudio Cavacini (Direktur Salesforce) mempresentasikan bagaimana transformasi digital memengaruhi perusahaan di industri retail dan bagaimana mereka harus beradaptasi untuk mempertahankan daya saing mereka.

Selain itu, sesi panel produsen mesin tekstil memperdebatkan bagaimana perusahaan mereka dapat membantu mewujudkan transformasi ini melalui mesin canggih. Mereka semua sepakat bahwa diperlukan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan di sepanjang rantai nilai tekstil dan dukungan publik untuk melakukan investasi yang diperlukan.

Presiden Euratex menegaskan bahwa kita siap menghadapi tantangan baru dimasa depan dengan catatan bahwa transisi menuju tekstil 5.0 hanya dapat terealisir bila semua stake holder berkomitmen untuk mendukungnya, mulai dari pembuatan kebijakan sampai ke etalase barang tekstil yang dipasarkan.

Dinyatakan bahwa pertemuan itu merupakan kesempatan untuk meninjau jalur transisi UE untuk Ekosistem Tekstil, yang baru ditetapkan oleh Komisi Eropa yang diharapkan menjadi jalan untuk kerja sama semua stake holder industri TPT Eropa. Prakarsa Uni Eropa tersebut yang mungkin akan diikuti oleh proposal legislative UE diharapkan dapat mendorong proses kreatif kerja sama peningkatan industri tekstil Eropa.

Pelaku industri tekstil Eropa menyambut baik The Textile Transition Pathway yang ditetapkan oleh Komisi Eropa pada awal Juni 2023, mereka menyebutnya sebagai peta jalan yang berharga untuk memastikan keberhasilan transisi hijau dan digitalisasi industri TPT.

HAITI

 Sekelompok organisasi industri dan ritel tekstil di Amerika mendesak Kongres Amerika Serikat untuk segera memperbarui atau memperpanjang ketentuan tentang the Haitian Hemispheric Opportunity Throug Partnership Encouragement (HOPE) DAN thw Haiti Economic Lift Program (HELP) agar pabrik pakaian jadi tetap dipertahankan keberadaannya.

Organisasi yang tergabung dalam pengajuan desakan tersebut antara lain: America Apparel and Footwear Association (AAFA), United States Fashion Industry Association (USFIA), National Retail Federation (NRF), Outdoor Industry Association (OIA), dan Retail Industry Leaders Association (RILA), mendesak agar HOPE dan HELP segera diperpanjang sebelum habis masa berlakunya pada tahun 2025 nanti. Kedua program preferensi perdagangan ini mengatur akses bebas bea masuk pakaian jadi dari Haiti ke Amerika, yang khusus ditujukan untuk meningkatkan sektor industri pakaian jadi di Haiti.

Laporan dari Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat menunjukkan bahwa impor pakaian jadi yang masuk ke Amerika dari Haiti meningkat sebesar 2,1% menjadi US$866,7 juta dan yang masuk dalam kerangka HOPE/HLE meningkat 7,9% menjadi US$577 juta, organisasi-organisasi yang mengajukan desakan tersebut mengharapkan bahwa Haiti dapat menjadi negara tetangga terdekat yang menjadi sumber pakaian jadi bagi AS.

Surat yang diajukan ke Kongres tersebut menyatakan bahwa mereka mewakili bisnis Amerika Serikat yang menanam modal pada sektor pakaian jadi tersebut memerlukan kepastian berusaha yang dapat diprediksi dan untuk itu minta agar KOngres memperbarui peraturan tersebut setidaknya untuk sepuluh tahun kedepan. Perpanjangan HOPE/HELP akan menentukan Nasib investasi bagi para produsen dan pembeli Amerika Serikat untuk tetap bertahan di Haiti atau tidak.

Ketentuan HOPE/HELP telah menjadi dasar untuk investasi disektor garmen di Haiti dan berakhirnya peraturan tersebut dapat menjadi ketidak pastian usaha bagi para produsen dan retail pakaian jadi Amerika Serikat. Selain itu ada keyakinan dari para pengusaha tersebut bahwa meskipun banyak tantangan Dalam Negeri Haiti, tapi program HOPE/HELP telah memungkinkan berkembang pesatnya industri pakaian jadi Haiti dalam beberapa tahun belakangan ini.

Pemerintah Amerika Serikat diberitakan sangat mendukung perpanjangan program HOPE/HELP ini dan meminta agar Kongres AS mengambil langkah utuk hal tersebut. Ditegaskan bahwa pada saat kritis ini penting bagi para produsen dan investor di Haiti, mereka yang berbisnis dengan para produsen tersebut dan para pekerja yang ada di pabrik garment untuk memiliki kepastian tentang kelanjutan program HOPE/HELP.

(Red B-Teks/Indra I)

Views: 28

One thought on “WARTA DUNIA Edisi 31

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *