Tokoh/Stake HolderTPT

Succes Story “Bima Kunting Mengawali Bisnis dari Jual Kain Kafan”

BULETIN TEKSTIL.COM/ Jakarta – Bagi kalangan pengrajin batik, nama Bima Kunting sudah tidak asing lagi.  Bima Kunting adalah salah satu pusat perbelanjaan bahan batik yang berada di kota Solo. Aneka jenis kain katun berbagai merek dan  bermacam bahan kebutuhan membatik lainnya seperti bahan warna maupun peralatannya tersedia disana. Meski berada jauh ratusan kilometer, para pengrajin yang membutuhkan bahan tetap bisa dilayani dengan memanfaatkan jasa kurir ekspedisi.

Dalam perbincangannya dengan Buletin Tekstil, Aditya Santoso Gunawan, pemilik Bima Kunting menyatakan, kemajuan teknologi ikut membantu perkembangan bisnisnya. “Sekarang semuanya serba dimudahkan. Mau order kebutuhan batik tidak perlu repot datang ke toko, cukup order lewat w.a sudah akan terlayani kebutuhan yang diinginkan,” kata Aditya (26 th) yang merupakan generasi ke tiga dalam menjalankan usaha.

Namun siapa sangka Bima Kunting yang begitu besar dan lengkap mengawali usahnya dengan berdagang kain kafan?

“Iya, memang betul. Dulu sekitar 60 tahun lalu almarhum kakek saya membuka usaha ini dengan berdagang kain kafan,” kata Aditya.

Saat itu, kakeknya menamakan toko kainnya dengan nma Bima Kunting yabg tetap dipakkai hingga saat ini. Namun keluarganya tidak mengerti kenapa kakeknya menamai tokonya dengan nama tokoh pewayangan Bima Kunting. Dari cerita ayahnya, saat utu kakeknya sangat mengagumi tokoh pewayangan Setiyaki. Namun entah mengapa yang dipilih nama toko adalah Bima Kunting, bukan Setyaki.

Namun keluarganya tidak mempermasalahkan arti Bima Kunting dan tetap memakainya sampai sekarang. Yang penting fokus pada pengembangan usaha. Dan itu terbukti hingga saat ini. Ditangan Aditya, Bima Kunting kini berkembang hingga mampu membuka cabang di Jogja. Kini Bima Kunting memiliki 3 toko, 2 di Solo dan 1 di Jogja. Padahal sebelumnya hanyalah toko kecil yang hanya menjual kain kafan di kawasan Laweyan Solo.

Perkembangan usahanya itu dirasakan sekitar era 70-80 an, seiring dengan berkembangnya dunia batik di tanah air. Sejak itu Bima Kunting tidak hanya menyediakan kain kafan, namun juga berkembang menjadi toko penyedia bahan batik.

Yang membedakan kain untuk kafan dan kain untuk membatik adalah kualitas benang dan konstruksi benangnya. Sedangkan bahan bakunya adalah sama, yakni dari serat kapas. Hanya saja yang digunakan untuk membatik memiliki kualitas benang yang lebih bagus. Apalagi saat ini perkembangan mesin menggunakan mesin tenun teknologi Air Jet Loom (AJL) yang meminimalisir penyusutan kain saat diproses menjadi kain batik.

Menceritakan perjalanan usahanya di era 70 an, ketika itu kain yang dijual  tidak selengkap seperti sekarang ini. Bahkan, masih ukuran lebar 105 cm. Selain itu, saat itu teknologi mesin juga belum berkembang.

Baru diera 90 an, muncul kain dengan lebar 115 cm. Dan puncaknya tahun 2000 an hingga saat ini, berkembang teknologi mesin yang menghasilkan kain katun dengan berbagai macam variasi dan ukuran lebar. Ada yang memiliki lebar 115 cm, 120 cm dan juga 150 cm.

 Selain itu jenisnya juga bermacam-macam. Ada katun jenis Mesrezised, Shringkaged/Sanforized, Bleacing dan sebagainya.  Yang dimaksut bleacing adalah proses pemutihan kain dari warna yang sebelumnya kekuningan. Sedangkan Mesrezised adalah kain yang sudah mengalami proses pemutihan namun disempurnakan lagi supaya mudah untuk beri warna. Sementara Shringkaged/Sanforized adalah teknik penenunan kain yang meminimalisir kain mengalami penyusutan saat diproses batik.

Kendati Bima Kunting sudah alih generasi hingga generasi ke tiga, namun yang sama dari dulu hingga sekarang hanya satu, yakni suplayernya. Dikatakan, sejak dulu pihaknya hanya bekerja sama dengan Primatex sebagai penyedia kainnya. Kecuali, sutra yang diimport dari China.

Alasannya, untuk menjaga kualitas dan kepercayaan dari para pelanggannya.

“Misalnya ada pengrajin yang pesan kain 1000 meter untuk membatik, tidak mungkin lah kami akan kirim 500 meter dari pabrik A dan 500 meter dari pabrik B. Kendati mungkin bahan dan kualitas sama, bisa jadi saat diproses akan berbeda hasil batiknya. Mungkin dari sisi penyerapan warna maupun susut kainnya,” kata Aditya.

Kendati hanya bekerja sama dengan satu suplayer, namun Bima Kunting menawarkan berbagai macam jenis kain katun mulai dari aneka merk kain jenis prima dan primis, katun paris, saten dan sebagainya. Bahkan, ada beberapa kain produk Primatex yang tidak diperdagangkan di toko lain. Karena kain itu adalah khusus pesanan dari Bima Kunting.

“Kami memberi merek sendiri untuk kain2 yang kami pesan khusus. Tujuannya untuk melayani kebutuhan pelanggan sesuai dengan kualitas yang diinginkan,” kata Aditya seraya menambahkan, pelanggannya terdiri dari berbagai macam skala, mulai dari yang kecil hingga besar.

Karena segmentasi pasarnya sudah pasti, Aditya mengatakan tidak mendapat pengaruh ketika di negeri ini sedang dihebohkan dengan gelontoran impor pakaian bekas bermerek maupun diuji lewat pandemi. “Yang jadi masalah adalah produk-produk fashion bermerek seperti H&R dan sebagainya. Sedangkan kita kan batik, adanya cuma di Indonesia,” ujarnya.

Sementara itu, saat mengenang sepak terjang usahanya selama pandemi, Aditya yang sudah mulai menjalankan bisnis sejak usia 21 th, merasa memiliki pengalaman yang menegangkan dan sekaligus mengesankan.

Sebagai pengusaha muda, jiwa bisnisnya semakin terpacu selama pandemi lalu. Agar bisa tetap bertahan, jurus-jurus pemasaran dilakukan. Mulai dari teknik “jemput bola’ maupun memanfaatkan market place. Dan ternyata, strateginya berhasil. Terbukti dengan dibukanya cabang baru di kota Jogja.

 “Siapapun pasti mengalami dampak pandemi. Termasuk kami. Untuk bisa bertahan, harus cerdas dalam menghadapi situasi,” ujarnya.

Ujian tidak hanya sampai situ. Lepas pandemi, harga bahan menjadi naik, bahkan sampai beberapa kali berturut-turut. Mengenai kenaikan harga beruntun itu , Aditya menyatakan tidak kesulitan dalam mensosialisasi dan memberi pengertian terhadap para konsumennya. “Saya tinggal meminta mereka melihat ke tempat lain dan juga harga yang ada di market place yang tentunya juga naik. Karena kenaikan itu kan berasal dari pabrik, “ujarnya.

Kedepan, melihat animo permintaan masyarakat yang seperti itu, pihaknya optimis bahwa dunia batik nusantara akan semakin tumbuh dan berkembang. “Batik sudah menjadi identitas bangsa. Tidak mungkin akan mati. Apalagi pemerintah juga giat melakukan pelatihan-pelatihan. Saat itu akan tumbuh pengrajin-pengrajin baru,” kata Aditya diakhir perbincangan.

(Red B-Teks/RATNA DEVI)

Views: 202

One thought on “Succes Story “Bima Kunting Mengawali Bisnis dari Jual Kain Kafan”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *