Ekspor TPT Makin Menurun, Ekonom Ungkap Solusi Selamat dari Ancaman Resesi 2023
BULETIN TEKSTIL.COM/Jakarta – Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menyebutkan turunnya ekspor produk tekstil Indonesia hingga 30 persen akibat berkurangnya daya beli di pasar Amerika Serikat dan Eropa.
Ia menuturkan sejumlah langkah yang bisa dilakukan pemerintah dan pelaku ekspor tekstil Indonesia agar industri itu bisa terselamatkan di tengah ancaman resesi global 2023. Pertama, ia menyarankan agar Indonesia harus lebih cepat mencari pasar ekspor baru yang potensial.
“Perlu lebih cepat bergerak mengunakan atase perdagangan atau perwakilan kamar dagang yang ada di negara-negara Afrika Utara dan Timur Tengah,” ucapnya melalui pesan pendek pada Jumat, 28 Oktober 2022.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan pun menyatakan akan menyerbu pasar ekspor baru seperti Afrika, Eropa Timur, Asia Selatan, Asia Tengah, dan Timur Tengah. Namun, menurut Bhima langkah itu agak terlambat karena kini sudah banyak saingan dari Indonesia yaitu Vietnam, Bangladesh, bahkan dari eutopia, itu juga mulai merajai.
Bhima berharap pemerintah lebih cepat bersaing dengan negara-negara pengekspor tekstil lainnya. Terlebih, pertumbuhan ekonomi di Timur Tengah dan Afrika Utara kini mencapai 5,5 persen berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) 2022. Walaupun kedua kawasan itu pertumbuhannya dipresiksi melambat tahun depan di kisaran 3 persen, perekonomiannya masih tumbuh positif.
Di sisi lain, karena profil dari industri tekstil di Indonesia masih banyak yang barupa outsourcing dari brand internasional, pengalihan pasar pun juga bergantung dari merek internasional tersebut. Karena itu, ia menyarankan agar pelaku ekspor maupun pemerintah melakukan komunikasi dengan pihak merek internasional itu, sehingga mereka tetap memilih Indonesia sebagai basis produksi.
Terakhir, Bhima menyarankan agar pelaku ekspor melakukan beberapa penyesuaian, khususnya berkaitan dengan bahan dan selera konsumen Afrika dan Timur Tengah. Sebab, kualitas dan selera masyarakat di sana, menurutnya, berbeda sekali dengan konsumen di Eropa dan Amerika Serikat.
“Warna dan jenis kainnya itu ada perbedaan, ada karakter khusus. Nah ini mungkin perlu mendapatkan perhatian juga,” kata dia.
Sementara itu, Bhima menekankan usaha pemerintah untuk memperluas pasar ekspor harus dibarengi dengan pemberian relaksasi dan upaya mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja atau PHK. Misalnya, menaikan subsidi upah untuk sektor teksil atau insentif pajak.
Kadin Ungkap Penyebab Ekspor Impor RI Turun di September 2022
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia pada September 2022 mengalami surplus sebesar 4,99 miliar dolar AS. Surplus ini menjadi tren positif selama 29 bulan secara beruntun sejak Mei 2020. Walaupun surplus, kinerja ekspor impor Indonesia masih tercatat melambat.
Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan, Ajib Hamdani menilai, perlambatan terhadap ekspor impor Indonesia disebabkan karena kegiatan ekonomi global sedang mengalami konstraksi secara umum.
Ajib mengatakan, perlambatan ini juga terjadi lantaran pemerintah sedang fokus transformasi ekonomi dengan lebih banyak melakukan pengolahan hilirisasi. Menurutnya, untuk jangka panjang hal ini akan memperkuat ekonomi nasional. “Tetapi untuk jangka pendek akan membuat konstraksi kegiatan ekspor impor,” pungkasnya.
(Red B-Teks/Ly)
Hits: 59
Pingback: EDISI 23 Buletin tekstil - BULETIN TEKSTIL