SEMINAR NASIONAL PEMULIHAN INDUSTRI TPT PASCA PANDEMI
BULETIN TEKSTIL.COM/ Jakarta –
Buletin Tekstil Indotex menyelenggarakan seminar nasional pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2022, dari jam 10.15 sampai dengan jam 15.30. Seminar ini merupakan kerjsama Media Buletin Tekstil dengan PT Peraga Nusantara Jaya Sakti yang menyelenggarakan pameran Expo INDOINTERTEX 2022.
Sejalan dengan mulai terlihat tanda-tanda meredanya pandemi covid-19, menurut hasil survey beberapa lembaga tekstil Dunia seperti International Textile Manufacturing Federation yang berkedudukan di Swiss, beberapa wilayah di Dunia sudah mulai melakukan investasi untuk memulihkan industri TPT mereka setelah terkapar akibat dampak pandemic tersebut.
Investasi pemulihan ini mulai dilakukan pada tahun 2022, kawasan Amerika dan Eropa menargetkan high end product dengan menggunakan mesin dan peralatan canggih, beberapa negara Asia akan mengisi ceruk pasar produk tekstil menegah-atas, sedangkan Afrika sudah mulai mencoba masuk industri tekstil dengan segmen low end product. Satu atau dua tahun kedepan, saat mereka selesai melakukan investasi ini maka produk TPT mereka akan masuk ke pasar Dunia.
Yang patut dipertanyakan bagaimana Indonesia ?. Apakah kita sudah mulai, atau sudah merencanakan atau hanya diam saja melihat negara-negara lain sudah melakukan investasi dan pada ujungnya akan melihat bagaimana pasar TPT Dunia dikuasai negara pesaing dan kita kehilangan pasar.
Di era tahun 2000-an, para pengusaha tekstil mempunyai semacam motto: Pasar Lokal merupakan BREAKFAST bagi pengusaha tekstil nasional, dengan Pasar Lokal yang sehat, terhindari dari serbuan produk impor, maka perusahaan TPT mendapatkan gizi yang baik dari breakfast-nya. Dengan tenaga yang prima dari gizi tersebut maka TPT Nasional akan perkasa untuk berjuang mendapatkan LUNCH yang diartikan sebagai PASAR EKSPOR.
Untuk menelisik sejauh mana para stakeholder TPT Nasional siap untuk melakukan pemulihan industri kita setelah pandemi maka Buletin Tekstil Indotex menyelenggarakan seminar ini, untuk mendapat masukan dari pihak-pihak terkait industri TPT. Pada akhirnya dari masukan tersebut dapatlah kita menyimpulkan suatu langkah bersama para stakeholder demi menjaga eksistensi industri TPT Indonesia.
Seminar Nasional ini dilakukan secara hybrid, tatap muka (offline) di area pameran Indointertex, Hall A1 JIExpo Kemayoran Jakarta dan melalui zoom webinar dengan peserta online dari seluruh Indonesia seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Sumatera Utara.
Seminar dibuka bersamaan dengan pembukaan pameran oleh Menteri Perindustrian yang dalam hal ini diwakili oleh Dirjen IKFT Kementerian Perindustrian RI. Pembicara dalam seminar ini adalah:
- Benny Soetrisno : Komisaris Utama Pan Brothers Group
- Andi Susanto : Koordinator Program Evaluasi dan Pelaporan Direktorat ITKAK Kementerian Perindustrian RI.
- Redma Gita Wirawasta : Ketua Umum APSYFI
- Liliek Setiawan : CEO PT Sekar Lima Pratama
- Teti Yani Hartono : CEO PT Globalindo Intimates
- Eko Supriatno : Brand International
Berikut akan kami sampaikan paparan para pembicara seminar:
Benny Soetrisno
Benny membuka paparannya yang berjudul PEMULIHAN ITPT NASIONAL PASCA PENDEMI & STRATEGI MEREDAM DAMPAK EXTERNAL dengan menyampaikan kondisi internasional yang diperkirakan akan memberi pengaruh terhadap perdagangan Dunia dan industri TPT Nasional, antara lain: Perang Dagang Amerika-China pada Juli 2018, Corona virus pada bulan Desember 2019, Invasi Rusia terhadap Ukraina pada Februari 2022 dan kunjungan Pelosi ke Taiwan yang mendorong dilaksanakan Latihan Militer China, hal ini menimbulkan ketegangan hubungan China dengan Taiwan dan bisa jadi akan melibatkan Amerika Serikat.
Lebih lanjut Benny membedah pasar-pasar tujuan ekspor TPT kita yang antara lain, pasar Amerika, China dan lain-lain. Dalam lima bulan pertama tahun 2022, secara kumulatif impor AS untuk pakaian jadi meningkat sebesar 40,11% dan tekstil naik 11,63% dibanding periode yang sama tahun lalu. Indeks kepercayaan konsumen (CCI) AS turun mengkonfirmasikan meningkatnya kecemasan konsumen tentang prospek keuangan rumah tangga mereka. Ketika pertumbuhan ekonomi AS melambat dan inflasi meningkat maka sebagai dampak negatif inflasi ini belanja kebutuhan pakaian diperkirakan akan menurun.
China memainkan peran yang lebih signifikan sebagai pemasok tekstil bagi banyak negara pengekspor pakaian jadi, terutama di Asia. Ketika pasar ekspor memburuk, China berencana untuk lebih mengandalkan pasar domestiknya untuk mendukung pertumbuhan industri tekstil dan pakaian jadi. Sumber industri memperkirakan bahwa penjualan ritel pakaian tahunan China dapat melebihi $415 miliar pada tahun 2025 (vs $347 miliar di AS).
Dengan latar belakang kondisi Dunia ini dia menukik untuk membahas industri TPT Nasional, dimulai dari sejarah industri TPT Indonesia, kemudian membuat pernyataan tegas bahwa Investasi merupakan kunci bagi kejayaan indusrti TPT kita, sayangnya menurut Benny bahwa sekarang ini investasi industri TPT melambat dan nampaknya dorongan yang diberikan pemerintah belum mampu mempercepat minat investasi pengusaha.
Disampaikan peran strategis industri TPT Indonesia yaitu: selain Penyedia lapangan kerja dan penghasil devisa, lokasinya yang tersebar, ITPT juga berperan sebagai “alat pemerataan perekonomian daerah” dan menciptakan multiplier effect pada perekonomian sekitar. Tekstil juga merupakan bagian dari sejarah dan budaya Nasional Indonesia. Industri TPT telah menjadi motor pengerak (the leading sector) tumbuh kembangnya sektor ekonomi lainnya seperti industri pendukung (supporting industries), dan industri jasa penunjang lainnya.
Dijelaskan juga peran besar industri TPT sebagai social safety nett dalam hal penyediaan lapangan kerja yang cukup besar.
Pada saat membahas struktur industri TPT yang terintegrasi dari sektor Hulu sampai sektor Hilir, dinyatakan bagaimana hal tersebut memperkuat daya saing industri TPT. Sejatinya dengan struktur industri yang terintegrasi secara vertikal seharusnya bisa menjadi kekuatan mendongkrak daya saing di pasar global, dan meningkatkan nilai tambah domestik. Sayangnya kebijakan yang ada belum bisa mengadaptasi karakter bisnis industri TPT sehingga hubungan antar subsector TPT tidak terkoneksi dengan sempurna.
Menurut Benny, integrasi vertical yang ada akan memberikan keuntungan bagi industri TPT berupa: Waktu penyelesaian produksi yang lebih singkat, Fleksibilitas meningkat, Kontrol proses yang lebih ketat, Mengurangi risiko dalam rantai pasokan, Peningkatan pengawasan kualitas, Visibilitas sumber bagi pelanggan
Benny menegaskan perlunya penerapan SNI Wajib, bukan SNI Sukarela seperti sekarang ini, karena SNI Sukarela tidak mengikat barang impor yang masuk ke teritorial Indonesia. Untuk dapat menjadi SNI Wajib perlu diurus ke WTO, disini perlu koordinasi antara Kementerian Perindustrian RI dan kementerian Perdagangan RI dan lembaga terkait lainnya.
Benny juga menjelaskan harus adanya strategi yang terbagi atas jangka pendek dan jangka menengah.
Strategi Jangka Pendek, antara lain disarankan: meredam dampak melemahnya perekonomian global dengan memperkuat pasar domestic, implementasi P3DN seperti wajib menggunakan kain ihrom made in lokal, alokasi belanja pemerintah kearah yang lebih produktif, memperkuat domestic value chain, program kredit bunga rendah dan lain-lain.
Strategi Jangka Menengah, yang antara lain: pengembangan functional textile, pengembangan industri yang tersedia bahan baku lokal berbasis hutan (rayon) dan minyak bumi (polyester), optimalkan penggunaan kain-kain tradisional di sektor garmen fesyen dan lain-lain.
Andi Susanto
Mengawali paparannya Andi menyampaikan data dan fakta tentang industri TPT Nasional seperti:
Jumlah tenaga kerja disektor formal industri TPT yang berjumlah 3,65 juta orang,
Realisasi ekpsor TPT tahun 2021 sebesar 13,02 milyar US$,
Impor TPT sejumlah 9,43 milyar US$ yang menghasilkan neraca perdagangan TPT sebesar 3,59 milyar US$,
Utilisasi kapasitas terpasang TPT yang dimasa pandemi jatuh sampai angka 30 persenan sekarang sudah kembali meningkat ke angka 65,9 %,
Jumlah perusahaan TPT di Indonesia sebanyak 5.863 perusahaan Besar dan Menengah ditambah dengan 909.822 perusahaan Mikro Kecil.
Pertumbuhan industri TPT terlihat meningkat secara signifikan yaitu sebesar 13,1% sampai dengan triwulan II tahun 2022. Ekspor meningkat sebesar 26,4% yang rinciannya sektor garmen meningkat 66,6% dan benang 14,5%. Investasi sampai dengan triwulan I tahun 2022 sebesar 6,4%.
Andi juga dalam kesempatan tersebut menyampaikan angka-angka proyeksi industri TPT sebagai berikut:
Tekstil: pertumbuhan 0,72%, kontribusi terhadap PDB 0,21% dan nilai investasi Rp.4,57 triliun.
Pakaian Jadi: pertumbuhan 5,07%, kontribusi terhadap PDB 0,79% dengan nilai investasi sebesar Rp.2,05 triliun.
Dinyatakan bahwa negara tujuan ekspor TPT Indonesia adalah: USA, Jepang, China, Korea dan negara-negara Uni Eropa. Market share ekspor TPT Indonesia di pasar Dunia baru sebesar 1,5%, sedangkan negara-negara lain memiliki market share sebagai berikut: China 31,6%, Bangladesh 5,4%, Vietnam 5,2% dan India 4,8%.
Menurut Andi ada beberapa masalah yang dianggap dapat menghambat perkembangan industri TPT antara lain:
Faktor Global: Kerjasama regional Indonesia-Bangladesh, Indonesia-Uni Eropa, RCEP dan Kebijakan Belt and Road Initiative (BRI) skarbonerta penerapan pajak karbon.
Faktor Teknologi Permesinan: Bottleneck produksi TPT akibat permesinan sektor Dyeing, Printing dan Finishing yang sudah tua mencapai angka 70% dari total mesin.
Permasalahan Lingkungan: pencemaran lingkungan seperti di DAS Citarum
Keterkaitan Industri: integrasi vertical antar sektor TPT belum terhubung dengan baik sehingga menimbulkan ketimpangan dalam supply chain.
Faktor SDM: permasalahan pengupahan dan produktifitas tenaga kerja
Faktor Pasar: Peningkatan impor yang besar sampai mencapai 16% khususnya bahan baku kain, ketergantungan tinggi terhadap buyer dan pasar ekspor Dunia yang stagnan serta munculnya negara-negara pesaing dengan upah rendah.
Pada penutupan paparannya Andi menyampaikan Program Peningkatan Daya Saing Industri yang terdiri atas:
- Substitusi impor
- Implementasi Industri 4.0
- Insentif kemudahan bahan baku
- Neraca komoditas TPT
- Penurunan harga gas bumi bagi industri hulu
- Circular Economy
- Trade remedies untuk kendalikan impor TPT
Redma Gita Wirawasta
Redma menyatakan bahwa industri fiber sebagai sektor hulu merupakan pintu pertama masuknya ke industri TPT Indonesia, dengan industri hulu yang kuat diharapkan supply chain ke sektor tengah dan hilir diharapkan akan membaik.
Pertumbuhan ekonomi nasional terlihat sudah mulai pulih kembali dengan angka 5,5%, sebenarnya angka ini ditopang oleh tingkat inflasi yang besarnya 4%. Pulihnya perekonomian pasca pandemic ini dapat dilihat dari lebih stabilnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya porsi ekspor TPT menjadi 11% dari ekspor barang manufaktur Indonesia
Daya saing industri TPT Dalam Negeri masih lemah karena beberapa faktor biaya produksi seperti tarif listrik yang tinggi dibandingkan dengan beberapa negara pesaing, demikian juga dengan harga gas, upah tenaga kerja yang terus naik tidak diimbangi dengan meningkatnya produktifitas. Dengan kondisi seperti akan berat bagi industri TPT Nasional untuk bersaing dengan beberapa negara berbiaya rendah.
Khusus untuk pasar lokal TPT diperlukan penjagaan yang ketat terhadap serbuan barang impor antara lain dengan menggunakan kebijakan proteksi pasar yang walaupun tidak populis pada saat tertentu memang diperlukan.
Perusahaan sektor hulu yang tergabung dalam APSYFI berjumlah 21 perusahaan dengan nilai investasi US$10,88 milyar. Turn over sebesar US$6 milyar dengan menyerap tenaga kerja 100 ribu orang. Barang yang dihasilkan oleh pabrik anggota APSYFI terdiri atas: PTA, MEG, PSF, PFY, NYF, Resin dan VSF. Industri fiber Indonesia dianggap mempunyai keuntungan karena tersedianya bahan baku yang melimpah seperti: kayu hutan tropis untuk bahan baku serat rayon dan minyak bumi untuk bahan baku serat sintetis lainnya.
Redma menyatakan bahwa proyeksi produksi serat Dunia pada tahun 2020 sebesar 99.708 KT yang terdiri atas: Polyester 57,40% , Kapas 25,50%, Rayon 6,16%, Nylon 9,19% dan serat alam lainnya sebesar 1,15%. Proyeksi konsumsi serat Indonesia sebesar 2.848 KT dengan rincian sebagai berikut: Polyester 50%, Rayon 14%, Kapas 31% dan sisanya adalah serat lainnya.
Skenario kedepannya bagi industri serat buatan adalah sebagai berikut:
- Perencanaan kapasitas ditujukan untuk menjadikan Indonesia mandiri dalam serat sintetik dan benang filamen dengan mengedepankan produk polyester dan rayon. Kapasitas saat ini, termasuk rencana investasi kedepan, akan membuat Indonesia mandiri hingga 2025.
- Kebijakan substitusi impor dan trade remedies akan menjamin pasar domestic dalam rangka meningkatkan investasi
- SNI dan SKKNI juga sudah mulai diterapkan pada produk serat dan benang.
- Sektor hulu tekstil berfokus pada produk ramah lingkungan dan daur ulang serta pengembangan produk yang lebih maju.
Menutup paparannya Redma menyampaikan arah perkembangan industri TPT, yaitu:
- Memperhatikan kelestariann Lingkungan hidup : terkait dengan Green Industry, Green Product, Net Zero Carbon, Minimalisir B3, Minimalisir Sumber daya.
- Terkait Functional Textile: yaitu tekstil untuk keperluan non-konvensional seperti: Medical Textile, Safety Textile , Geotextiles, Automotive Textile dan Aerospace Textile.
- Bergerak kearah Digitalisasi dalam produksi dan pasar serta supply chain antar sektor sebagaimana yang diamanatkan dalam Industry 4.0.
Pada Rangkuman Hasil Seminar PEMULIHAN INDUSTRI TPT PASCA PANDEMI Bagian I ini kami sampaikan paparan dari pembicara-pembicara: Benny Soetrisno, Andi Susanto dan Redma Gita Wirawasta.
Pembicara-pembicara lainnya yaitu: Liliek Setiawan, Teti Yani Hartono dan Eko Supriatno akan kami sampaikan dalam rangkuman paparan Bagian II pada penerbitan Buletin Tekstil Indotex Edisi 21 mendatang.
(Red B-Teks/Indra Ibrahim)
Views: 44
Pingback: Buletin Tekstil Edisi 20 - BULETIN TEKSTIL
Pingback: SEMINAR NASIONAL PEMULIHAN INDUSTRI TPT PASCA PANDEMI Bagian II - BULETIN TEKSTIL