Kemenperin Usulkan Sejumlah Tarif Safeguard Produk Impor Garmen Guna Lindungi Produk Lokal

BULETIN TEKSTIL.COM/ JAKARTA – Kemenperin Usul Sejumlah Tarif Safeguard Produk Impor Garmen,ini dilakukan guna melindungi industri industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional dari serbuan impor, terutama industri kecil dan menengah (IKM).

Direktur Industri Tekstil Kulit dan Alas Kaki Kementrian perindustrian Elis Masitoh mengatakan, “Saat ini, prosesnya masih rekomendasi dari Kementerian Perdagangan ke Kementerian Keuangan. Masih ada satu tahapan lagi di Kemenkeu, baru dapat ditetapkan oleh Menteri,”

Elis menyebut usulan tarif safeguard bervariasi pada produk-produk garmen, misalnya untuk atasan casual yang di dalamnya termasuk produk T-shirt, diusulkan tarif sebesar Rp 27 ribu per produk impor yang masuk.

“Jadi, ketika ada atasan casual dari China sebut saja, masuk dengan harga Rp 20 ribu, dikenakan safeguard Rp 27 ribu, harga yang masuk ke Indonesia menjadi Rp 47 ribu,” papar Elis.

Menurutnya, dengan harga tersebut, industri dalam negeri mampu memproduksi jenis pakaian serupa, bahkan dengan harga yang relatif lebih murah yakni Rp 40 ribu.
Sehingga produksi dalam negeri dapat bersaing di tingkat harga yang relatif sama,” beber dia.

Selain itu, lanjut Elis, untuk produk outer seperti jaket, Kemenperin mengusulkan tarif safeguard sebesar Rp 63 ribu per buah.

Dia menyebutkan usulan untuk tarif outer merupakan yang tertinggi dibanding produk garmen lainnya. Bahkan, sebelumnya Kemenperin mengusulkan tarif Rp 79 ribu untuk outer.
Usulan tersebut kemudian mendapat penolakan, terutama dari merek global yang telah beredar di Indonesia.

Namun, Elis memastikan bahwa usulan itu akan melindungi industri nasional sekaligus tidak mengganggu merek global.

“Kalau naiknya harga (outer) untuk merek global, Zara misalnya, yang harga awalnya Rp 1.500.000, kemudian naik jadi Rp 1.579.000, pasti tidak akan pengaruh. Tapi, kalau head to head dengan harga produk dari China, nah itu akan berpengaruh besar,” ujar Elis.

Selain itu, untuk produk headwear atau hijab, tarif yang diusulkan adalah Rp 19.800.

Elis mengatakan serbuan impor hijab dari Negeri Ginseng harus betul-betul diantisipasi, terlebih harga hijab yang diimpor tanpa safeguard bisa mencapai Rp 2.000 per buah.

Sementara untuk produk gamis, Kemenperin mengusulkan tarif sebesar Rp 59.000, sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai kiblat pakaian Muslim dunia.
Menurut Elis juga bahwa gamis dan terusan itu banyak yang diproduksi oleh IKM dalam negeri

Ia menambahkan Kemenperin memilih untuk mengusulkan harga pasti dan bukan persentase untuk tarif safeguard garmen, karena mekanisme tersebut dinilai lebih tepat sasaran.

“Kalau pakai persentase untuk garmen itu sulit, karena yang murah akan tetap dikenakan harga rendah, sementara yang mahal, misalnya produk sportware, itu akan kena tinggi sekali, padahal kita belum mampu memproduksinya di dalam negeri,” katanya.

Adapun penentuan besaran tarif yang diusulkan tersebut diformulasikan dari perbedaan rata-rata harga impor dengan harga jual di dalam negeri.

“Harga rata-rata impor, kemudian harga jual di dalam negeri. Nah, perbedaan harga jual di dalam negeri dengan harga rata-rata impor tersebut dihitung perbedaannya berapa, itulah tarifnya,” jelas Elis.

Sementara itu Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil mengatakan, maraknya penjualan pakaian jadi impor dengan harga sangat murah juga mempengaruhi menurunnya pasar tekstil dalam negeri. Saat ini produk impor terutama pakaian jadi masih menguasai pasar domestik.

“Safeguards ini sangat penting diberlakukan, agar harga produk-produk impor jadi tidak terlalu murah, sehingga konsumen bisa beralih ke produk dalam negeri,” kata Rizal.

(Red B-Teks / Ly)

Hits: 36

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *